SKALA PSIKOLOGIS BIDANG KONSELING (KONSELING KRISIS UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL)

 

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS  BIDANG KONSELING

(KONSELING KRISIS UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI

PADA KORBAN PELECEHAN SEKSUAL)

 

 

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

 

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd dan Dr. Ali Muhtadi, M.Pd

 

 



 

 

Oleh:

FILASTRI KURNIASARI (16713251012)

 

 

 

 

PROGRAM STUDI MAGISTER  BIMBINGAN DAN KONSELING

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

 2021


INSTRUMEN KONSELING INDIVIDUAL  

(KONSELING KRISIS UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI

 PADA KORBAN PELECEHAN SEKSUAL)

 

 

A.  KAJIAN TEORI

a.  Variabel          :  Resiliensi

b. Kajian Teori

1.     Pengertian Resiliensi

      Reivich & Shatte (2002) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan yang dimiliki individu dalam merespon keadaan yang sulit secara sehat dan mampu untuk tetap produktif walaupun dihadapkan pada situasi yang tidak nyaman yang dapat memicu terjadinya stres.

      Daya lentur atau resiliensi menurut Suwarjo (2008: 5) adalah kapasitas individu untuk menghadapi dan mengatasi serta merespon secara positif kondisi-kondisi  tidak menyenangkan yang tidak dapat dielakkan, dan memanfaatkan kondisi-kondisi tidak menyenangkan itu untuk memperkuat diri sehingga mampu mengubah kondisi-kondisi tersebut menjadi sesuatu hal yang wajar untuk diatasi.    

              Berbagai definisi menurut para ahli dalam Marty Mawarpury, dan Mirza. (2017), resiliensi dari studi-studi terdahulu menekankan pada proses adaptasi positif yang disertai kemampuan untuk bangkit dari pengalaman buruk dan menyakitkan (Smith-Osborn, 2007; Bonano, 2004; Richardson, 2002; Luthar, Cichetti, &Becker, 2000). Resiliensi merupakan konsep yang pada awalnya dikembangkan dalam konteks psikopatologi perkembangan dan berdasarkan pada perspektif ekologi, stress dan koping (Smith-Osborn, 2007). Studi-studi resiliensi terdahulu telah menelaah daya tahan pada individual, namun resiliensi sendiri sebenarnya dapat dilihat pada unit analsis yang lebih besar seperti keluarga, kelompok, organisasi dan komunitas (Myers & Taylor, 1998; McCubbin, 1988; Brody & Simmons, 2007; Cohen, Slonim, Finzi, & Leichtentritt, 2011). 

    

B.  Definisi Operasional

      Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat dismpulkan resiliensi adalah kemampuan yang individu untuk bangkit dalam keterpurukan, beradaptasi dalam lingkungan atau kondisi yang sulit, mampu mengatasi kesulitan tersebutdan dapat mennjalani hidup secara baik dan sehat walaupun dalam kondisi yang berat.

 

C.  Aspek-aspek Resiliensi

Reivich dan Shatte (2002) menyebutkan tujuh karakteristik yang dimiliki oleh individu yang resilien. Ketujuh aspek tersebut diantaranya:

a)   Regulasi Emosi

 

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Individu yang memiliki kesulitan dalam meregulasi emosinya sering menyusahkan orang lain dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan bersama-sama (Reivich & Shatee, 2002).

Hal penting yang tidak terlepas dari regulasi emosi adalah ketenangan (calming) dan fokus (focus), sehingga individu yang mampu mengelola kedua hal tersebut dapat memanfaatkan kemampuannya untuk meredakan emosi yang ada (Reivich & Shatte, 2002). Seorang individu yang mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan tepat merupakan ciri dari individu yang resilien menurut Reivich & Shatee (2002).

b)          Impulse Control

Impulse control merupakan kemampuan individu untuk menahan atau mengendalikan keinginan, ego, dorongan yang bersumber dari dalam dirinya. Impulse controlmemiliki hubungan yang erat dengan regulasi emosi. Individu dengan kemampuan impulse control yang rendah cenderung cepat dalam mengalami perubahan emosi sehingga individu sangat mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan terkadang berperilaku agresif terhadap hal- hal yang kecil. Perilaku ini menyebabkan orang-orang disekitarnya merasa tidak nyaman dan memicu timbulnya permasalahan dalam hubungan sosial (Reivich & Shatte, 2002).

c)   Optimism

 

Individu yang resilien merupakan individu yang optimis. Mereka percaya bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja. Mereka memiliki harapan dimasa mendatang dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol tujuan hidupnya. Jika dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki kesehatan fisik yang lebih baik, jarang mengalami depresi, prestasi yang baik disekolah dan lebih produktif (Reivich & Shatte, 2002).

Dapat disimpulkan bahawa optimisme adalah kemampuan individu untuk percaya akan masa depan yang cerah. Percaya bahwa ia memiliki kemampuan menangani setiap permasalahan dalam hidup. Optimisme merupakan suatu keuntungan jika dikaitkan dengan efikasi diri karena optimisme memotivasi individu untuk mencari solusi dan terus bekerja keras dalam meningkatkan kehidupan (Reivich & Shatte, 2002).

d)   Analisis kausal

 

Analisis kausal adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk secara akurat mengidentifikasi penyebab dari masalahnya. Jika individu tidak mampu menjelaskan penyebab permasalahannya secara akurat, maka individu tersebut cenderung akan melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang (Reivich & Shatte, 2002).

e)   Empati

 

Empati berkaitan erat dengan kemampuan individu dalam melihat atau membaca isyarat/tanda dari kondisi psikologis dan emosional orang lain. Individu yang tidak mengembangkan kemampuan untuk peka terhadap bahasa nonverbal, tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial. Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain (Reivich & Shatte, 2002).

f)    Efikasi Diri

 

Efikasi diri terkait erat dengan kepercayaan individu dalam memecahkan masalah yang dialami serta memiliki keyakinan akan hidup yang sukses. Efikasi diri cukup memberikan dampak dalam situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Contohnya dalam dunia pekerjaan, individu yang memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk dapat memecahkan masalah akan terlihat seperti seorang pemimpin, tetapi mereka yang tidak memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri akan menemukan dirinya mangalami kekalahan dalam kelompok (Reivich & Shatte, 2002).

g)   Reaching Out

 

Resiliensi juga berbicara tentang kemampuan individu dalam menggapai aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa (Reivich & Shatte, 2002). Tidak semua individu mampu untuk melakukan reaching out, hal ini dikarenakan banyak individu yang memang dari kecil sudah diajarkan untuk sedapat mungkin menghindar dari kegagalan dan situasi yang memalukan. Individu ini adalah individu yang memilih untuk memiliki hidup yang standar dibandingkan dengan meraih kesuksesan dengan menghadapikegagalandansituasiyangtidakmenyenangkan. Individuinijuga memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalisasikan segala kemampuan yang ada dalam dirinya (Reivich & Shatee, 2002).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D.  Kisi-Kisi Instrumen Pedoman Observasi dan Pedoman Wawancara Resiliensi

       Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Instrumen resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich &Shatte (2002). Kuesioner resiliensi terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama berisi tentang kata pengantar petunjuk pengisian kuesioner, bagian yang kedua berisi tentang pernyataan yang mengungkapkan gambaran resiliensi. Kisi-kisi jumlah aspek diri dapat dilihat pada tabel 3.3.Peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan menentukan indikator dari aspek masing-masing resiliensi kemudian peneliti membuat item- item dari indikator tersebut.

 

Tabel 1. Skor dan Skala Penilaian Resiliensi

 

Pertanyaan

Frequensi

 

Rendah

Sedang

Tinggi

SKOR

0-3

4-7

8-10

 

      Tabel 3. menunjukkan bahwa skor penilaian “rendah” mempunyai skor nilai 0-3, skor nilai penilaian “sedang” mempunyai skor nilai 4-7, dan 8-10 untuk skor penilaian “Tinggi”. Berikut kisi-kisi pedoman observasi dan pedoman wawancara dapat:

 

Tabel 2

Kisi-kisi Pedoman Observasi Resiliensi

 

NO

 

ASPEK

 

INDIKATOR

No Item

1

Regulasi Emosi

(Emotion Regulation)

Tenang dalam menghadapi masalah

1

2

Kontrol terhadap (Impuls Kontrol)

Kemampuan mengendalikan emosi negatif

2

3

Optimisme (Optimism)

Mampu menghadapi segala situasi

3

4

 

Kemampuan menganalisis masalah (ausal analysis)

Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

4

Mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi

5

5

Empati (empathi)

Mampu memahami perilaku verbal orang lain

6

6

Efikasi diri (self-efficacy)

Memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

7

7

 

Pencapaian (reaching out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan

8

 

 

 

Tabel 3

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Resiliensi

 

 

NO

 

ASPEK

 

INDIKATOR

No Item

1

 

Regulasi Emosi

(Emotion Regulation)

Fokus pada permasalahan yang ada

1

2

Kontrol terhadap (Impuls Kontrol)

Kemampuan mengelola emosi negative

2

3

Optimisme (Optimism)

Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik

3

4

 

Kemampuan menganalisis masalah (Causal analysis)

Tidak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat

4

Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha

5

5

Empati (empathi)

Mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain

6

6

Efikasi diri (self-efficacy)

Memiliki keyakinan untuk sukses

7

 

7

 

Pencapaian (reaching out)

Keluar dari zona nyaman diri

8

Berani untuk mengoptimalkan kemampuan

9


Instrumen Pedoman Observasi Resiliensi

 

I.    Identitas Diri

Inisial Konseli

:

 

Sekolah

:

 

Umur

:

 

No. Hp

:

 

 

II. Tujuan:

     Pedoman Observasi Resiliensi bertujuan unutuk memberikan panduan pelaksaan observasi tentang kekuatan dan potensi resiliensi korban pelecehan seksual guna pengembangan (meningkatkan). Beri nilai setiap perilaku yang muncul pada konseli dengan jujur, maka akan diketahui profil tingkat kemampuan resiliensi korban pelecehan sebelum konseling melalui 7  bidang kompetensi resiliensi.

III. Petunjuk Pengisian:

1.     Bacalah setiap item secara hati-hati dan jujur ​​menilai seberapa sering perilaku tertentu berlaku untuk anak dengan cara observasi.

2.     Sesuaikan jawaban berdasarkan perkembangan remaja usaia(14-17 Tahun)

3.     Berilah jawaban pada kolom yang disediakan dengan tanda (I). Sesuai jumlah frekuensi perilaku yang muncul pada konseli.

4.     Berilah jawaban lain pada kolom “Lainnya” untuk jawaban yang tidak menunjukkan frekuensi.

No

PERILAKU

Frekuensi

Lainnya

 

1

Bagian I: Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

Konseli tenang dalam menghadapi masalah

 

 

 

2

Bagian II: Kontrol terhadap (Impuls Kontrol)

Konseli mampu mengendalikan emosi negatif

 

 

 

3

Bagian III: Optimisme (Optimism)

Konseli mampu menghadapi segala situasi

 

 

 

4

Bagian IV: Kemampuan menganalisis masalah (ausal analysis)

Konseli mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

 

 

5

Konseli mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi

 

 

 

6

Bagian V: Empati (empathi)

Konseli mampu memahami perilaku verbal orang lain

 

 

 

7

Bagian VI: Efikasi diri (self-efficacy)

Konseli memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

 

 

 

8

Bagian VII: Pencapaian (reaching out)

Konseli tidak malu apabila mengalami kegagalan

 

 

 

Instrumen Pedoman Wawancara Resiliensi

 

I.   Identitas Diri

Inisial Konseli

:

 

Sekolah

:

 

Umur

:

 

No. Hp

:

 

 

II. Tujuan:

     Pedoman Wawancara Resiliensi bertujuan untuk memberikan panduan pelaksaan wawancara   tentang kekuatan dan potensi resiliensi konseli guna pengembangan (meningkatkan). Beri jawaban setiap perilaku konseli dengan jujur sesuai dengan kondisi konselu, maka akan diketahui profil tingkat kemampuan resiliensi konseli sebelum konseling melalui 7 bidang kompetensi resiliensi.

 

III. Petunjuk Pengisian:

1.     Bacalah setiap item secara hati-hati dan jujur ​

2.     Sesuaikan jawaban berdasarkan perkembangan remaja usia (14-17 Tahun)

3.     Berilah jawaban pada kolom yang disediakan dengan jelas

 

No

Pertanyaan: Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

1

 Apakah konseli mampu fokus pada permasalahan yang ada?

 

Pertanyaan: Kontrol terhadap (Impuls Kontrol)

2

Bagaimana emampuan mengelola emosi negative konseli?

 

Pertanyaan: Optimisme (Optimism)

3

Apakah konseli memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik?

 

Pertanyaan: Kemampuan menganalisis masalah (Causal analysis)

4

Apakah konseli menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuat?

5

Apakah konseli meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha?

6

Apakah konseli mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain?

 

Pertanyaan : Efikasi diri (self-efficacy)

7

Apakah konseli memiliki keyakinan untuk sukses?

 

Pertanyaan : Pencapaian (reaching out)

8

Apakah konseli mampu keluar dari zona nyaman diri?

9

Apakah konseli berani untuk mengoptimalkan kemampuan?


DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Reivich, K. & Shatte, 2002. The Resillience Factor: 7 Key to Finding Your Inner Strenght and Overcoming Life’s Hurdles. New York: Broadway books.

 

Suwarjo. (2008). Modul Pengembangan Resiliensi. Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta

 

Marty Mawarpury, dan Mirza. (2017). Resiliensi Dalam Keluarga: Perspektif Psikologi. ISSN: 2548-4044. Jurnal Psikoislamedia Volume 2, Nomor 1, April 2017


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh RPP Bimbingan Klasikal BK Di SD

Contoh Silabus BK Di SD

INSTRUMEN BIDANG PRIBADI-SOSIAL, PENDIDIKAN DAN KARIR